8th Dec, 2017

Character Building: Agama (Buddha)

Pertemuan 5 ( Selasa, 5 Desember 2017 18:30 – 19:15 )

Present : Sion Christian Felia, Wilson Johanes, Okie Hermanto, Alex Ferdinand, Gery Jayakusalo, Chendy Andriensa

Absent : –

Sesuai dengan survey yang telah diadakan paginya kami setelah menyelesaikan kelas pun langsung menuju ke tempat wawancara dengan Tokoh Agama ke-3 dari Agama Buddha.

Photo from Google

Wawancara dilakukan di Vihara Avalokitesvara Jelambar Baru, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Dengan pembicara Suhu Mandala Sastrana.

Wawancara berlangsung dengan script sebagai berikut :

*Penanya ( Sion Christian Felia ) akan disimbolkan dengan Q dan Suhu Mandala Sastrana akan disimbolkan dengan A.

 

Q : Untuk keperluan dokumentasi, suhu boleh menyebutkan nama lengkap?

A : Mandala Sastrana

Q : Bagaimana pandangan suhu tentang perkembangan teknologi?

A : Ya, kalau zaman sang Buddha dulu kan memang seperti itu ya. Kemana-mana jalan gitu. Tapi kalau sekarang,zaman lihat, canggihnya, majunya pesawat lahh, pesawat atau kereta api seperti itu.

Q : Kemudian, kalau dampak dari perkembangan teknologi itu terhadap agama itu sulit enggak? Misalnya apakah dengan adanya misalnya, seperti zaman sekarang udah handphone-handphone dan gimana, sebenarnya apakah itu justru membuat orang menjadi tidak fokus ketika beribadah atau sembahyang

A : Bisa membantu juga. Memang kalo di hal positif, membantu istilahnya lihat sekarang. kalo zaman dahuku kan,baca paritanya kan dari bambu. Sekarang dari handphone atau tablet, udah lengkap banget. Bisa didownload itu salah satu sisi positifnya.

Q : Kemudian, respon agama. Misalnya kalau, tadi itu kan, respon pribadi terhadap perkembangan itu. Kalo respon agama, apakah agama itu harus mendukung? Misalnya ketika terjadi sesuatu, agama harus mengintervensi, misalnya seperti sekarang kan, banyak konten-konten pornografi. Apakah agama harus mengintervensi dan menjadi sebagai macamnya?

A : Yah. Kesemuanya itu memang juga istilahnya, mesti dari orang tua. Orang tua juga, harus mau sungguh-sungguh perhatian kepada anak. Memang kamu lihat ini, seperti, pornografi atau segala macam, itu yang diutamakan dari orang orang tua. Kalo orang tua, istilahnya manjain anak, beliin udah itu gak diperhattin, yang rusak siapa?

Q : Kemudian, belakangan kan ada beberapa kelompok orang atau individual yang menganggap karena dari perkembangan teknologi ini, semuanya harus bisa dijelaskan secara logis. Berarti secara tidak langsung, banyak dari mereka juga mengakui Sang pencipta itu tidak ada. Respon dari agama itu seharusnya gimana?

A : …Sang pencipta itu … tidak ada?

Q : Iya, jadi mereka menganggap segala sesuatu itu harus bisa dijelaskan secara logis. Misalnya,kaya bumi mereka udah bikin teori big bang atau sebagai macamnya, sehingga ketika dijelaskan tentang tuhan atau sang pencipta, mereka gak lagi percaya itu.

A : Kalo di ajaran agama buddha kan, itu manusia, dia lahir ke bumi semua dari alam cahaya, turun ke bumi. Dia gak ada istilahnya, yah kalo agama lain kan, ditanya kan, katanya manusia pertama, kedua baru hawa. Kalo mau ditanya lagi, apa Adam dan Hawa udah married, mempunyai dua anak, anak-anak dua-duanya kan laki-laki. Dan kita, coba mikir aja di-sekarang ini, kita ada berapa golongan darah? A, B, AB, sama O. Kalo adam A hawa B, lahir anaknya pasti ada A ada yang B. O dari mana keluar? Disamping itu, kenapa mereka melahirkan hanya dua anak laki laki? Gimana bisa sampai, generasi sampai kita-kita sekarang ini? Kalo agama buddha kan, terjawab. Dari alam cahaya. Itu makan tanah mereka. Makan tanah itu, tanahnya “wah merasa enak, manis”. Jadi makan-makan terus sampai berbentuk lah masing-masing. Ada yang berbentuk laki-laki, ada yang perempuan, dan mereka, istilahnya udah terisi. Awalnya kan bening gitu cahaya kan,udah terisi gak bisa terbang lagi.

Q : Tetapi ada beberapa orang yang kalau dijelaskan seperti itu mereka menganggap “Itu gak logis kok, buktinya kita bisa kloning. Bikin manusia yang sama persis dengan sifat-sifatnya. Manusia itu terbentuk gak mungkin dari begitu”. Apakah respon agama? misalnya seperti “Oke. Itu menurut anda merasa SAINS itu begitu”, atau apakah agama harus “enggak, ini ada buktinya di kitab kami”? Misalnya ada buktinya bahwa dari alam cahaya atau dari Tuhan menciptakan begitu.

A : Kita bilang kan, kalo ajaran agama budha, itu tetep ada ngomong masalah karma. “Siapa makan siapa kenyang”. Kita ambil contoh saja, seperti Liem Sioe Liong. Liem Sioe Liong, dia lahir pada tanggal sekian, bulan sekian, jam sekian. Dan kita ambil satu lagi, pada jam yang sama, tahun yang sama, waktu yang sama semua, yang di ethiopia. Kenapa dia kulit bungkus tulang, sedangkan Liem Sioe Liong punya kekayaan? Nah itu udah terjawab. Agama budha itu, lu lihat ini masing masing. Istilahnya, “Siapa makan siapa kenyang”. Siapa ada melakukan kebajikan, itu nanti, dia pasti menerima. Dan anda mau lihat masa lampau kamu ini apa, kamu lihat sekarang. Hidup kamu sekarang istilahnya mewah, berkecukupan, karena masa lampau kamu melakukan banyak amal kebajikan, sekarang kamu terima, dan kamu menentukan untuk lahir yang akan datang mau jadi apa kamu tentukan sekarang. Kalau mau lahir di alam binatang lu banyak membunuh, banyak mencekalai orang. Kalo mau lahir di alam dewa, banyaklah menolong orang, berbuat baik. Itu kalo agama Buddha. Kalo soal agama, tidak bisa menghindar gitu.

Q : Jadi, biarkan mereka, istilahnya, menjawab pertanyaan mereka sendiri, mereka terserah sendiri?

A : Terserah, ya! Karena mereka, kalo asal ngomong begitu, terserahlah ya. Ini kalo kita, percaya satu karma aja. Berbuat apa pasti buahnya apa. Gak mungkin tanam bibit rambutan timbulnya durian kan?

Q : Berarti, saran agama terhadap, misalnya individual-individual yang berpapasan dengan individual yang, seperti tadi itu yang tidak percaya dengan hal-hal spiritual, berarti kita harus membiarkan mereka aja gitu? atau misalnya ketika mau dijelaskan apakah jelaskan kepada orang itu, atau “Udah kamu biarin aja, biar dia terima karmanya sendiri”?

A : Bukan, kalo orang kaya gini, kita mau kasihan dia. Karena apa? Orang pintar belum tentu dia bijaksana. Atau dia ngerasa pintar. Ngomong seadanya tapi dia tidak ada bijaksana. Kalau orang bijaksana tuh pasti udah pintar. Gitu bedanya. Tapi kalo orang kaya gini, ayo. Kita hanya bisa berdoa semoga dia cepat-cepat, kebijaksanaanya terbuka. Jadi, hanya bisa doakan buat dia. Agama budha kita semua cinta kasih doain untuk orang.
Q : Kemudian, kalau misalnya, terhadap dampak buruk perkembangan teknologi. misalnya agama diminta untuk mengintervensi apakah agama berhak untuk mengintervensi? Apakah agama akan mau, misalnya, Buddha akan mau untuk mengintervensi? Seperti misalnya seperti tadi contohnya, maaf, tentang pornografi misalnya. Kemudian pemerintah meminta agama untuk memberikan pendidikan, apakah agama akan –
A : Memberi penjelasan gitu?
Q : ya.
A : Itu juga, soalnya ada yang masing-masing. Tugas masing-masing. Ada yang dia dibidang istilahnya, yang humas, yang langsung terjun ke masyarakat. Ada yang hanya khusus untuk sembahyang. Ada yang khusus, istilahnya, khusus hanya meladeni tamu. Ada yang istilahnya dia menjalankan bantu sosial. Jadi itu masing masing ada. Bisa masing masing. Enggak mungkin satu orang kuasai semua.

 

Photo by Staff

Wawancara pun selesai dan kami berterima kasih kepada suhu atas waktu yang telah diberikan sehingga langsung dapat membuat Laporan akhir dan blog ini.

“Siapa makan siapa kenyang”

~Mandala Sastrana

Leave a response

Your response:

Categories